Jokowi, Golkar, dan Pilpres 2019

Presiden Joko Widodo

Jakarta - TANDA-tanda Presiden Jo­ko Widodo (Jokowi) ba­kal melenggang dengan aman dalam Pemilihan Pre­si­den (Pilpres) 2019 sudah bisa di­baca sejak sejumlah partai meng­umumkan penca­lo­n­an­nya tahun lalu. Deklarasi du­kungan ke Jokowi antara lain di­la­kukan oleh Partai Nasdem, Par­tai Hanura, Partai Golkar, PPP. Bahkan, partai baru yang belum menjadi peserta pemilu, yakni Partai Perindo juga me­nyatakan dukungan kepada Jokowi.
 
Jika mengacu pada du­kung­an yang besar dari partai-partai yang mendeklarasikan Jokowi untuk periode kedua, jalan ke tangga pencapresan akan mu­lus. Apalagi, setelah beberapa wak­tu lalu Mahkamah Kons­ti­tusi (MK) menolak pembatalan ambang batas pencalonan pre­siden (presidential threshold  ) 20% kursi DPR atau 25% suara sah nasional yang diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7/2017 ten­tang Pemilihan Umum men­jadi amunisi kuat bagi Jokowi.
 
Ini karena bila kita melihat peta kekuatan hasil Pemilu 2014, dari 10 partai politik (par­pol) yang ada di DPR, tak ada satu pun yang meraih 20% kursi DPR atau 25% suara sah na­sio­nal. Meski begitu, dengan de­kla­rasi yang dilakukan oleh-oleh partai-partai di atas, kan­di­dat presiden bisa jadi akan head to head.
 
Meski begitu, Jokowi tam­pak­nya merasa perlu untuk me­mastikan bahwa “sabuk peng­a­man”-nya dalam pilpres tahun de­pan itu benar-benar aman. Sebab, bukan mustahil du­kungan yang jauh-jauh hari su­dah diberikan itu, dalam menit-menit terakhir dicabut kembali.
 
Tampaknya “sabuk pe­nga­man” yang penting untuk di­pas­ti­kan tetap kukuh adalah Partai Gol­kar. Jokowi pun mela­ku­kan­nya dengan memanfaatkan reshuffle kabinet, menyusul pen­ca­lonan salah satu anggota kabinetnya, Khofifah Indar Pa­ra­wansa, sebagai calon guber­nur Jawa Timur.
Kursi Menteri Sosial yang ditinggalkan Khofifah dibe­ri­kan kepada Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham. Se­mentara itu, Menteri Per­in­dus­trian Air­lang­ga Hartarto yang akhir tahun lalu secara akla­masi ter­pilih sebagai ketua umum (ketum) Partai Gol­kar, meng­gan­ti­kan Setya No­van­to yang men­ja­di pesakitan Ko­misi Pem­be­ran­tasan Korupsi tetap di­per­ta­hankan da­lam posisi­nya.
 
Asumsi awal bahwa tugas kementerian ba­kal terganggu oleh jabatan rang­kap sebagai ketua umum partai kini tidak berlaku lagi, meng­ingat tahun politik sudah berada di de­pan pintu. Tanpa menduduki kursi di ka­binet, posisi Air­lang­ga pada partai berlambang ber­ingin itu memang mudah di­goyang.
 
Berbeda dengan ketum-ke­tum sebelumnya, seperti Akbar Tandjung, Jusuf Kalla, bah­kan Aburizal Bakrie boleh di­ka­ta­kan Airlangga Hartarto kurang mengakar. Dia lebih bertumpu pada beberapa elite di ke­pe­ngurusan pimpinan pu­sat. Me­reka itulah yang tempo hari ber­gerilya ke pimpinan dae­rah untuk mempercepat pe­nying­kiran Setya Novanto dan pengangkatan di­rinya. Tentu saja semua itu atas restu Istana, baik yang di Mer­deka Utara maupun Merdeka Selatan.
Karena itu, tambahan men­teri untuk Partai Golkar dan tidak dicopotnya Airlangga Har­­tarto dari anggota kabinet ha­rus diba­ca dalam konteks un­tuk me­ngi­kat Partai Golkar agar tetap isti­kamah dengan apa yang telah di­deklarasikannya yaitu men­du­kung Jokowi pada Pilpres 2019.
 
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) me­mang belum me­nge­luar­kan per­nya­ta­an resmi men­du­kung Jokowi. Na­mun, itu lebih merupakan soal waktu saja. Dengan du­kungan dua partai besar, yaitu PDI-P dan Partai Golkar, maka Jokowi akan semakin aman me­leng­gang sebagai calon pre­si­den untuk periode keduanya.


Dua Kemungkinan 
Sebagai parpol besar, Partai Gol­kar tentu menginginkan ka­dernya sendiri ikut dalam kon­testasi Pilpres 2019. Apalagi, dalam Pilpres 2014 partai ini memberi dukungan kepada kan­didat yang bukan berasal dari kadernya sendiri. Pada Pil­pres 2019 Partai Golkar pun “mengorbankan diri” untuk tidak mencalonkan kadernya. Se­karang mereka tampaknya ber­pikir tidak ada kandidat yang cukup kuat dari Partai Gol­kar untuk berhadapan dengan petahana. Setelah membaca beberapa hasil survei, mereka pun mengarahkan dukung­an­nya kepada Jokowi. Ke­un­tung­an mendukung Jokowi ini su­dah dirasakan oleh Partai Gol­kar dengan diberikannya satu tambahan kursi menteri dan dipertahankannya sang Ketua Umum Airlangga Hartarto, dalam Kabinet Kerja.
 
Jika politik dimaknai se­ba­gai “seni bermain”, permainan politik Partai Golkar menjelang ta­hun politik 2019 boleh di­ka­takan “canggih”, kalaulah bu­kan “cantik”.  Meski sebelum­nya tidak mendukung Jokowi, se­karang Partai Golkar me­ru­pa­kan unsur dominan dalam pen­capresan kembali Jokowi. Se­men­tara itu, partai-partai awal pen­dukung Jokowi sepertinya mu­lai ditinggalkan. Ada yang me­nyebutkan, kepiawaian Par­tai Golkar dalam “mendekati” Jo­kowi tidak lepas dari peran se­nior mereka yaitu Wakil Pre­siden Jusuf Kalla dan Menteri Koordinator Bidang Kemari­tim­an Luhut Binsar Panjaitan.
 
Ada dua kemungkinan yang bisa dibaca dari fenomena mes­ra­nya Jokowi dengan Beringin. Per­tama, tentu saja untuk men­jaga Partai Golkar agar tidak menyeberang ke pihak lawan yang nyata adalah calon yang ba­kal diusung oleh Partai Ge­rindra dan PKS. Kedua, untuk menaik­kan daya tawar Partai Golkar ke PDI-P yang sampai sekarang be­lum mengeluarkan deklarasi men­dukung Jokowi secara res­mi. Bukan mustahil, kelak partai ini akan meng­aju­kan kadernya untuk posisi wakil presiden.
 
Hubungan Jokowi dan Gol­kar tersebut menguntungkan kedua pihak. Kendati demikian, yang lebih diuntungkan dari hubungan itu adalah Partai Gol­kar. Meskipun dulu tidak men­dukung Jokowi dan sekarang tidak memiliki calon sendiri, Partai Golkar tetap mendapat keuntungan. Partai Golkar se­ngaja “mengorbankan diri” se­bagai parpol kedua terbesar asal tetap berada dalam kekuasaan yang memang sudah menjadi habitat partai ini.
 
Realitas politik seba­gai­ma­na terlihat kekuatan di DPR dan prediksi hasil lembaga survei memperlihatkan bahwa di In­donesia kini terdapat tiga ke­lom­pok politik besar, yaitu PDI-P, Partai Golkar, dan Gerindra. Dalam konteks itu, bagi Jokowi tidak cukup didukung oleh PDIP saja sebagai partai besar, tapi perlu juga dukungan dari Partai Golkar. Dengan diikat se­perti ini bukan hanya untuk tu­juan jangka pendek saat ini di DPR, yang mana Ketua DPR Bambang Soesatyo juga berasal dari Partai Golkar, melainkan untuk memuluskan dan men­du­kung setiap kebijakan yang diambil di parlemen.
 
Dalam jangka panjang, yak­ni Pilpres 2019, bisa jadi Jokowi mengikat Beringin melalui “po­litik balas budi” agar partai itu tidak mbalelo  di kemudian hari. Ini penting dilakukan agar kom­petisi Pilpres 2019  head to head. Karena jika tidak, kasus Pilkada DKI Jakarta bisa terulang da­lam Pilpres 2019, yakni mun­cul­nya calon alternatif, selain Jokowi dan Prabowo.

(Lili Romli / Peneliti Pusat Penelitian Politik LIPI / Sindonews.com.)

Dukung Jokowi pada Pilpres 2019, Golkar Tak Berharap Imbalan Cawapres

Sekjen Partai Golkar Lodewijk Freidrich Paulus

JAKARTA — Partai Golkar mengungkapkan tetap akan mendukung Presiden Joko Widodo untuk maju pada Pemilihan Presiden 2019 meski elektabilitasnya terus meningkat menjelang pemilu.

Sekretaris Jenderal Partai Golkar Lodewijk Freidrich Paulus mengatakan, Golkar mendukung Jokowi tanpa pamrih, termasuk meminta kursi wakil presiden. Nama bakal calon wakil presiden pun diserahkan ke Jokowi.

"Saat ini tidak etis membicarakan itu (pendamping Jokowi). Kami kan mengusung Pak Jokowi pada 2019 bukan dengan pamrih," ujar Lodewijk di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Kamis (25/1/2018).

Hingga saat ini, tutur Lodewijk, Golkar belum mendengar adanya tawaran Jokowi membuka pintu bagi kader Partai Golkar untuk menjadi pendampingnya pada Pilpres 2019. 

Saat ditanya kemungkinan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mendampingi Jokowi sebagai cawapres, Lodewijk juga mengaku tidak tahu.
"Saya tidak mendengar Pak Airlangga pernah berbicara begitu, beliau pengin jadi wapres, enggak. Beliau terlalu fokus mendukung Pak Jokowi," kata dia.

Saat ini, posisi Partai Golkar di kabinet memilki dua kursi menteri. Airlangga Hartarto menjabat sebagai Menteri Perindustrian dan Idrus Marham sebagai Menteri Sosial.

Jokowi juga memperbolehkan dua menteri asal Golkar itu rangkap jabatan di partai. Padahal sebelumnya, Jokowi melarang para menterinya rangkap jabatan di partai.

Direktur Utama Saiful Mujani Research Consulting (SMRC) Djayadi Hanan menilai, keputusan Jokowi itu jelas menyalahi komitmen awalnya. Namun, hal itu dilakukan demi Pilpres 2019.

"Jokowi itu membutuhkan stabilitas politik dari partai koalisinya. Oleh karena itu, tidak boleh ada partai yang menjadi lokomotif yang bisa menarik gerbong keluar dari koalisi," ujar Djayadi di Jakarta, Rabu (24/1/2019).

Saat ini, kata Djayadi, ada dua partai yang menjadi lokomotif di koalisi Jokowi, yaitu PDI-P dan Partai Golkar. Namun, Partai Golkar punya potensi untuk membuat poros baru pada Pilpres 2019.

Dengan kekuatan suara dan pemilih yang sudah mengakar, Partai Golkar dinilai punya kekuatan untuk menarik partai-partai lain membuat poros baru di luar poros Jokowi dan poros Prabowo.

(Sumber berita dan Photo : Kompas.com)

Terkejutnya Partai Golkar Melihat Hasil Survei LSI Terbaru

Pengurus DPP Partai Golkar
Jakarta  Partai Golkar mengaku terkejut dengan hasil Survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) teranyar. Dalam survei itu, suara Partai Golkar diprediksi menanjak ke angka 15,5 persen.

"Mengejutkan tetapi tidak mengherankan," ujar Wakil Ketua Koordinator Bidang Penggalangan Kasus Golkar Rizal Malarangeng dalam konferensi pers di Kantor DPP Golkar, Jakarta, Kamis (24/1/2018).

Partai Golkar tutur dia, sudah punya keyakinan suaranya akan naik pasca-munaslub, yang disusul dengan terbentuknya kepengurusan baru. Namun, Partai Golkar tidak menyangka rebound secepat ini.

Padahal, kata Rizal, tiga bulan lalu saat diterpa prahara dan sebelum munaslub digelar, suara Partai Golkar hanya ada di angka 11 persen. Namun, saat ini berdasarkan survei LSI, angkanya mencapai 15,5 persen."Dan yang mengejutkan adalah rebound-nya begitu cepat dan begitu tinggi," kata dia.

Sementara itu Sekjen Partai Golkar Lodewijk Freidrich Paulus mengatakan sangat bersyukur dengan hasil survei LSI terbaru. Dengan hasil itu, Partai Golkar hanya kalah dari PDI-P yang angkanya mencapai 22,2 persen.

Sebelumnya, posisi Partai Golkar sebagai partai yang berada di posisi kedua sempat diambil alih oleh Partai Gerindra. Saat itu, partai berlambang beringin itu diguncang prahara, terutama akibat kasus korupsi e-KTP yang menjerat ketua umum saat itu, Setya Novanto."Ini sesuatu yang luar biasa buat kami. Karena ini telah melewati hasil Pemilu 2014 yang sebesar 14 persen," kata Lodewijk.

(Sumber berita dab photo : kompas.com )

LSI Prediksi Golkar Bakal Jadi Pesaing PDIP di Pemilu 2019

Penyerahan Surat Dukungan Partai Golkar kepada beberapa Calon Kepala Daerah pada Pilkada Serentak 2018

Jakarta
- Lingkaran Survei Indonesia (LSI) memperkirakan PDI Perjuangan dan Partai Golkar akan bersaing memperebutkan nomor satu pada pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada tahun ini. "Golkar datang merespons dengan Tiga Program Rakyat, detail program, dan cara mencapainya setiap daerah menyesuaikan dengan situasi," kata Direktur Eksekutif LSI Denny J.A. di Jakarta, Sabtu (6/1/2018).
 
Denny mengatakan bahwa Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum Partai Golkar menghentak dengan menyerukan seluruh calon kepala daerah yang diusung Golkar pada pilkada serentak 2018 menyebarkan "Tiga Program Rakyat".
 
Seluruh calon kepala daerah yang didukung Partai Golkar diminta menyosialisasikan program nasional dengan slogan Suara Rakyat, Suara Golkar. Program pertama yang digulirkan Golkar, menurut Denny, yakni harga sembako terjangkau, seperti beras, sagu, jagung, sayuran, telor, daging, dan gula yang mudah didapat. "Kepala daerah harus mencari solusi menaikkan daya beli masyarakat," ujar Denny.
 
Program andalan kedua, yaitu memperluas lapangan kerja dan pelatihan untuk mengurangi pengangguran. Program ketiga yang dijalankan Golkar, ketersediaan rumah yang mudah dengan harga terjangkau bagi rakyat. "Tiga program rakyat dari Airlangga itu tepat sasaran, wong cilik merupakan segmen pemilih terbanyak," ungkap Denny.
 
Jika program tersebut direalisasikan Partai Golkar,diprediksi akan menjadi pesaing PDI Perjuangan pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 .  (ememha/pgllg)

Rodi: Nansuko Terbukti, Dodi-Giri Pemimpin Kekinian

H Rodi Wijaya ( Ketua DPD Partai Golkar Kota Lubuklinggau )

Lubuklinggau - Partai Golongan Karya (Golkar) optimis para jagoannya dapat memenangi Pilkada serentak 2018,tak terkecuali Pilgub Sumsel dan Pilwako Lubuklinggau.

Dipilkada Lubuklinggau, partai berlambang beringin ini kembali mengusung pasangan incumbent H SN Prana Putra Sohe dan H Sulaiman Kohar (Nansuko jilid II), sedangkan Pilgub mengusung H Dodi Reza Alex Noerdin dan H M Giri Ramandha N Kiemas.

" Kita optimis menang, karena untuk di Lubuklinggau Nansuko sudah berbuat,sudah bekerja dan terbukti,sedangkan yang lain baru mau,"ungkap Ketua DPD Golkar Lubuklinggau, H Rodi Wijaya.

Rodi juga optimis Dodi-Giri menang, karena menurutnya Sumsel membutuhkan pemimpin kekinian seperti Dodi-Giri yang muda dan energik serta kaya pengalaman.

"Dodi-Giri memang muda, tapi secara pengalaman, usia bukan jaminan, Dodi pengalamannya di DPR RI, dan sekarang Bupati Muba, Giri juga berpengalaman, di DPRD Sumsel sudah 3 periode,sekarang jabatannya ketua,"tegasnya.

Rodi mengajak seluruh kader,simpatisan dan pengurus Golkar Lubuklinggau untuk bekerja memenangkan pasangan Nansuko untuk Lubuklinggau dan memenangkan Dodi-Giri untuk Pilgub Sumsel.

(Sumber:rmolsumsel/fradez)

Dodi Alex-Giri Kiemas daftar Pilgub Sumsel ke KPU


Palembang - Dodi Reza Alex dan pendampingnya Giri Ramanda Kiemas daftar Pilgub Sumatera Selatan ke KPU, Rabu (10/1). Dodi adalah anak dari Gubernur Sumsel Alex Noerdin dan Giri adalah keponakan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Sebelum mendaftar ke kantor KPU Sumsel di Jakabaring, Palembang, pasangan yang diusung Partai Golkar, PDIP, dan PKB ini menggelar deklarasi di halaman Monpera, Ilir Timur I, Palembang, Rabu (10/1) pagi.
Ribuan simpatisan dari partai pengusung hadir dalam acara yang dilanjutkan dengan salat Zuhur berjamaah di Masjid Agung Palembang.
Dodi mengungkapkan, dirinya akan melanjutkan dan menyempurnakan program yang dilaksanakan ayahnya sepuluh tahun terakhir dalam membangun Sumsel. Dia yakin Sumsel terus menjadi provinsi terdepan jika tampuk kepemimpinan berada di tangannya.
"Sumsel adalah provinsi maju, saya akan lanjutkan program yang ada dan menyempurnakannya lagi," ungkap Dodi, Rabu (10/1).
Dodi berpengalaman menjadi anggota DPR RI dua periode dan menjabat Bupati Musi Banyuasin. Sedangkan Giri Ramanda Kiemas saat ini duduk sebagai Ketua DPRD Sumsel.
"Sumsel adalah provinsi milenial, berikan kesempatan bagi kaum muda menjadi pemimpin," ujarnya.
Dalam deklarasi dan pendaftaran, pasangan ini didampingi Ketua DPD Partai Golkar Sumsel sekaligus Gubernur Sumsel Alex Noerdin. Menariknya dari beberapa politisi, nampak juga Ketua DPD Partai Hanura Sumsel Mularis Djahri yang absen saat pendaftaran pasangan Herman Deru-Mawardi Yahya kemarin.
Diketahui, Partai Hanura menjadi salah satu parpol yang mengusung Herman Deru-Mawardi Yahya dalam Pilgub Sumsel.
Pendaftaran Dodi Reza Alex-Giri Ramanda Kiemas diterima komisioner KPU Sumsel. Saat ini masih berlangsung proses pendaftaran dan penelitian berkas pencalonan oleh tim verifikasi.
Dodi Reza Alex-Giri Ramanda Kiemas menjadi pasangan cagub-cawagub ketiga yang mendaftar di Pilgub Sumsel. Sebelumnya, pasangan Ishak Mekki-Yudha Pratomo Mahyudin dan Herman Deru-Mawardi Yahya mendaftar di hari kedua. Dijadwalkan sore ini, pasangan Saifuddin Aswari Rivai-Irwansyah juga akan mendapatkan diri ke KPU Sumsel.
(Sumber berita dan photo : merdeka.com.)

Dodi Alex Noerdin-Giri Kiemas Deklarasi di Monumen Perjuangan

Ketua dan Sekretaris Provinsi Sumatera Selatan dari Partai Golkar, PDIP, dan PKB

Palembang - Golkar, PDIP, dan PKB mendeklarasikan pasangan bakal calon gubernur-calon wakil gubernur Sumatera Selatan, Dodi Reza Alex Noerdin-Giri Ramanda Kiemas. Deklarasi Dodi-Giri digelar di Monumen Perjuangan Rakyat.

"Kami memang masih muda, tapi kami bukan anak kemarin sore. Alhamdulillah kami berdua sudah mengawali karier seluruhnya, baik bekerja di perusahaan swasta atau nasional dan politik, termasuk menjadi anggota legislatif," kata Dodi di Monumen Perjuangan Rakyat, Palembang, Rabu (10/1/2018).


Dodi mengatakan deklarasi sengaja digelar di tempat bersejarah. Deklarasi di Monumen Perjuangan Rakyat untuk menegaskan soal kesiapan melanjutkan pembangunan sesuai dengan cita-cita pejuang terdahulu. 

"Di bawah Monumen Perjuangan Rakyat ini, kami mendeklarasikan diri menjadi calon gubernur dan wakil gubernur dengan dukungan Golkar, PDI Perjuangan, dan PKB. Kami akan tetap menjadikan daerah ini bebas konflik, rukun dengan tetap menjalankan ibadah sesuai agama masing-masing, termasuk memberikan fasilitas kepada generasi milenial untuk lebih berkarya di tingkat nasional dan internasional," sambungnya. 

(Sumber dan Photo : detik.news.com. )

RESMI, PDIP, PKB DAN GOLKAR USUNG DODI - GIRI


Jakarta,  -- Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menunjuk Dodi Reza Alex Noerdin sebagai calon gubernur Sumatera Utara. Ia merupakan Bupati Musi Banyuasin sekaligus putra Gubernur Sumatera Selatan saat ini, Alex Noerdin.

Dodi lahir pada 1 November 1970 dan pernah menyandang gelar ekonomi dari Universitas Leuven Belgia dengan predikat magna cumlaude, lalu gelar magister dari Universite Libre de Bruxelles. 

Sebelum menjabat Bupati Musi Banyuasin sejak 22 Mei 2017, Dodi sebelumnya menjadi anggota DPR RI dari Fraksi Golkar sejak 2009.

"Dodi Reza jabatan trakhirnya bupati Musi Banyuasin. Dia lulusan Universitas Leuven Belgia dengan predikat magna cumlaude. Pintar perlu tapi bukan satu-satunya," komentar Megawati soal Dodi, di Kantor DPP PDIP Lenteng Agung, Minggu (7/1).

Sebelum resmi diumumkan PDIP sebagai calon gubernur Sumatera Selatan, Dodi  sudah didukung oleh Partai Golkar yang memiliki 10 kursi di DPRD dan PKB dengan 6 kursi.

Dodi kemudian menambahkan dukungan untuk maju ke laga Pilkada Sumsel dari PDIP yang memiliki 13 kursi di DPRD Sumatera Selatan, semangkin memperkuat dirinya yang sebelumnya sudah bisa melenggang sebagai Cagub dengan dukungan Golkar dan PKB.

Sebagai pasangan Dodi, Megawati menunjuk Giri Ramanda N Kiemas. Giri merupakan keponakan mantan Ketua MPR RI sekaligus mendiang suami Megawati, Taufik Kiemas.

"Dia ini sebenarnya ponakan saya," kata Megawati soal Giri.

Giri diakui Megawati menjadi kader PDIP bermula dari aktivitas pria kelahiran 1 April 1980 tersebut di organisasi sayap pemuda PDIP, Benteng Muda Indonesia.

Giri merupakan alumni sarjana ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan melanjutkan gelar magister di Universitas Sriwijaya. 

Dia juga tercatat pernah mengikuti program IDEAS Indonesia batch 2, Sloan School of Management, Massachusetts Institute of Technology (MIT).

Ia menjadi Ketua DPRD Sumatera Selatan sejak 12 Desember 2015 dan tercatat sebagai ketua DPRD termuda. 

"Sekarang Ketua DPD Sumatera Selatan. Karena muda-muda, saya bilang ke mereka, 'awas lho lupa diri karena sama pintar dan punya prestasi'," kata Megawati mengomentari soal Giri. 

SUMATERA SELATAN

More »

lubuk linggau

More »
" Suara Golkar, Suara Rakyat "

KABAR KADER

More »

PEMILU PRESIDEN

More »
" Golkar Bersih, Golkar Bangkit, Golkar Menang !!!! "

PILKADA

More »

PEMILU LEGISLATIF

More »
" Maju dan Berkarya, Bersama Kami Partai Golkar Lubuk Linggau "

PROFIL FIGUR

More »

OPINI

More »